Home » » Solusi Tepat Atasi Koksidiosis

Solusi Tepat Atasi Koksidiosis

Siapa peternak yang tidak kenal dengan penyakit berak darah. Penyakit yang satu ini memang kemunculannya di farm layer maupun broiler tidak sesering penyakit lain seperti ngorok (CRD) ataupun korisa. Dari data lapangan Medion di tahun 2012, bahwa berak darah atau yang secara ilmiah disebut koksidiosis hanya berada di urutan ke-9 dan ke-7 rangking penyakit yang menyerang ayam layer dan broiler. Meski demikian, bukan berarti peternak bisa menganggap enteng karena penyakit ini dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi.
Koksidiosis merupakan penyakit yang menyebabkan kerusakan di saluran percernaan, terutama di usus halus dan sekum. Hal ini akhirnya berdampak terhadap proses pencernaan dan penyerapan zat nutrisi yang tidak optimal, sehingga berujung menimbulkan kerugian berupa pertumbuhan berat badan rendah, penurunan produksi telur, serta kematian (mortalitas) yang tinggi hingga mencapai 80-90%. Selain itu, koksidiosis juga dapat menimbulkan efek imunosupresif yang menjadikan ayam rentan terhadap infeksi penyakit lainnya.

Penyebabnya: Parasit Eimeria sp.
Penyakit koksidiosis disebabkan oleh berbagai parasit protozoa yang termasuk dalam genus Eimeria. Saat ini diketahui ada 9 spesies Eimeria yang menyerang ayam, dengan 6 spesies di antaranya bersifat patogenik (menimbulkan sakit). Keenam spesies itu adalah E. tenella, E. necratix, E. maxima, E. acervulina, E. brunetti dan E. mitis.
Setiap spesies Eimeria mempunyai predileksi (tempat kesukaan, red) tertentu dalam usus ayam, sehingga luka yang ditimbulkan juga akan berbeda-beda. Berikut rinciannya:
  • E. tenella menyerang khusus di usus buntu (sekum) hingga menyebabkan perdarahan di bagian usus tersebut. Ditemukannya feses berdarah mayoritas disebabkan oleh serangan E. tenella ini.
  • E. necratix dan E. maxima menyerang bagian tengah usus halus (jejunum) hingga muncul bintik-bintik putih atau hitam di sekitar permukaan usus. Pada kasus yang parah bisa terjadi penebalan dan penggelembungan dinding usus, disertai adanya lendir bercampur darah.
  • E. acervulina menyerang bagian atas usus halus (duodenum) hingga menyebabkan pendarahan.
  • E. brunetti menyerang usus halus bagian bawah (ileum), rektum, sekum dan kloaka.
  • E. mitis menyerang hampir semua bagian usus halus.

Siklus Hidup Eimeria sp.
Infeksi koksidiosis sendiri berawal dari tertelannya ookista (semacam telur) Eimeria yang telah mengalami sporulasi (menghasilkan spora). Ookista ini dapat ditularkan secara mekanik melalui anak kandang, peralatan kandang, ransum, air minum atau litter yang tercemar.
Siklus hidup dari Eimeria secara umum terdiri dari dua tahap, yaitu tahap eksogenous dan endogenous.



(1) Tahap eksogenous (di luar tubuh ayam)

Ayam yang sebelumnya terinfeksi koksidiosis mengeluarkan ookista ke lingkungan luar bersama-sama feses. Ookista yang keluar, kemudian bersporulasi menghasilkan sporozoit dan berubah bentuk menjadi infektif (mampu menginfeksi). Lamanya waktu ookista bersporulasi berbeda-beda antar spesies Eimeria seperti yang tercantum pada Tabel 1.

Di lingkungan, ookista sporulasi mampu bertahan sekitar 48 jam pada suhu 25º-28ºC atau lebih lama tergantung dari kondisi suhu, kelembaban dan ketersediaan oksigen dalam kandang. Jika suhu di dalam kandang rendah dan kelembabannya tinggi, atau kondisi litter sangat lembab, maka ookista yang telah bersporulasi dapat bertahan di lingkungan luar hingga berbulan-bulan.

(2) Tahap endogenous (di dalam tubuh ayam)
Tahap ini dimulai ketika ookista sporulasi tidak sengaja tertelan dan masuk ke dalam tubuh ayam. Ransum dan air minum yang terkontaminasi ookista dalam feses bisa menjadi medianya. Di dalam laryng (batang tenggorokan), dinding terluar dari ookista sporulasi akan pecah mengeluarkan sporokista. Sporokista yang berhasil mencapai usus halus atau sekum, akan pecah oleh kerja enzim tripsin dan garam empedu hingga keluarlah sporozoit infektif.
Selanjutnya sporozoit akan mulai menembus sel-sel epitel usus halus/sekum dan berkembang menjadi schizonts berisi merozoit. Ketika matang, schizont akan pecah dan melepaskan merozoit ke dalam lumen usus. Dalam satu schizont bisa berisi ratusan merozoit. Merozoit inilah yang akan membelah dan memperbanyak diri (reproduksi aseksual) serta menembus sel usus lainnya secara terus-menerus (siklik). Karena pembelahan diri ini bersifat siklik, maka sejumlah besar sel usus akan dihancurkan. Kondisi perdarahan usus yang biasa ditemukan pada kasus koksidiosis merupakan akibat dari aktivitas merozoit ini.
Setelah cukup banyak melakukan pembelahan diri, pada tahap akhir akan dihasilkan gamet jantan dan betina. Setelah cukup matang, sepasang gamet jantan dan betina ini akan melakukan reproduksi seksual hingga menghasilkan zigot. Selanjutnya, zigot akan dibungkus dengan lapisan dinding pelindung dan terbentuklah ookista. Ookista kemudian keluar dari sel epitel usus dan pada akhirnya dikeluarkan bersama-sama dengan feses ke lingkungan luar.

Demikianlah siklus Eimeria sp. Lamanya satu siklus hidup Eimeria berlangsung di dalam tubuh ayam berbeda-beda tergantung spesiesnya, namun umumnya berlangsung selama 7 hari. Pendarahan di usus halus atau sekum biasanya mulai terlihat pada hari ke-4 pasca infeksi. Pada hari ke-5 hingga 6 pendarahan akan terlihat lebih banyak dan biasanya akan disusul dengan kematian. Jika pada hari ke-5 sampai 6 ayam tidak mengalami kematian, maka hari ke-8 atau 9 akan memasuki masa penyembuhan. Meski sembuh, suatu saat ayam bisa terserang koksidiosis kembali.
Dari seluruh bahasan mengenai siklus hidup Eimeria ini, bisa kita simpulkan bahwa hanya dengan memakan satu ookista, beberapa hari kemudian ribuan ookista baru dikeluarkan ke lingkungan. Bisa dibayangkan, jika kondisi litter lembab, maka ookista akan bertahan hidup dan akhirnya menyebar serta mampu menginfeksi banyak ayam lain dengan sangat cepat. Dan bukan tidak mungkin koksidiosis akan menyerang peternakan dari tahun ke tahun.

Gejala Klinis dan Perubahan Organ Tubuh Ayam
Ayam yang terserang koksidiosis awalnya akan menampakkan gejala klinis seperti mengantuk, sayap terkulai ke bawah, bulu kasar (tidak mengkilat) dan nafsu makan rendah (anorexia). Untuk infeksi E. tenella biasanya terjadi secara akut, terjadi berak darah dan dapat menimbulkan kematian. Infeksi E. maxima menyebabkan feses mengandung eksudat kental berwarna kemerahan dan bercampur bintik-bintik darah.
Dari hasil bedah ayam yang terindikasi koksidiosis, perubahan organ tubuh yang akan ditemukan jika penyebabnya E. tenella ialah sekum membesar berisi darah atau perkejuan yang bercampur darah. Sedangkan spesies Eimeria lainnya menimbulkan kelainan berupa penebalan dinding usus yang disertai peradangan kataralis (bernanah) sampai haemorrhagis (berdarah).

Koksidiosis Menimbulkan Efek Imunosupresif
Kerugian yang umum terjadi saat serangan koksidiosis ialah terhambatnya pertumbuhan berat badan dan penurunan produksi telur. Tingkat kematian yang disebabkan koksidiosis cukup tinggi dan bisa mencapai 80-90%.
Selain itu, serangan koksidiosis juga akan menimbulkan efek imunosupresif yang menjadikan ayam rentan terhadap infeksi penyakit lainnya. Mekanisme imunosupresif akibat koksidiosis ialah:
  • Kerusakan jaringan mukosa usus menyebabkan proses pencernaan dan penyerapan zat nutrisi tidak optimal. Akibatnya terjadi defisiensi nutrisi sehingga pembentukan antibodi terganggu.
  • Peyer's patches dan caeca tonsil di mukosa usus merupakan organ kekebalan lokal di saluran pencernaan sehingga kerusakan kedua organ ini mengakibatkan ayam lebih rentan terinfeksi penyakit lainnya.
  • Di sepanjang jaringan mukosa usus terdapat jaringan limfoid penghasil antibodi (IgA), dimana IgA tersebut akan terakumulasi di dalam darah. Kerusakan mukosa usus akan mengakibatkan keluarnya plasma dan sel darah merah sehingga kadar IgA, sebagai benteng pertahananan di lapisan permukaan usus pun menurun.

Mencegah Koksidiosis
  • Memberantas ookista
Untuk mencegah koksidiosis, harus dicermati bahwa protozoa/koksidia penyebabnya memiliki siklus hidup yang panjang untuk menjadi sebuah individu Eimeria sp. yang utuh. Oleh karena itu, pengendalian paling efektif yang pertama harus dilakukan ialah memotong rantai siklus hidupnya sehingga ia tidak bisa berkembang lebih lanjut.
Berawal dari ookista yang dikeluarkan bersama dengan feses ayam, jika lingkungan sekitar lembab dan basah, ookista akan terus berkembang dan bersporulasi hingga akhirnya bisa menginfeksi ayam. Agar ookista tidak lanjut bersporulasi, peternak harus melakukan sanitasi dan desinfeksi secara ketat. Tapi sayangnya, ookista relatif tahan terhadap desinfektan yang banyak dijual di pasaran.
Tidak hanya tahan terhadap banyak desinfektan, ookista juga sulit diberantas karena ukurannya yang sangat kecil sehingga ia mudah diterbangkan oleh angin dan tersebar kemana-mana. Ookista juga mudah terbawa oleh peralatan kandang, serangga atau burung liar hingga tersebar ke wilayah lain.
Meski begitu, masih ada cara yang bisa kita gunakan untuk memberantas ookista. Cara tersebut yaitu memberikan kapur atau soda kaustik pada permukaan litter yang lembab dan basah. Kapur dan soda kaustik merupakan bahan aktif yang bersifat basa. Ketika kedua bahan tersebut larut dalam air atau media yang basah (litter basah, red), maka akan dihasilkan panas yang tinggi. Sementara, ookista tidak tahan terhadap suhu ekstrim panas > 55ºC. Ookista juga dapat mati jika berada pada kondisi suhu sangat dingin (suhu beku) dan kekeringan yang ekstrim.
  • Memperbaiki manajemen pemeliharaan ayam
  1. Perhatikan suhu, kelembaban, ventilasi, kepadatan kandang serta kualitas litter atau sekam. Dalam manajemen litter, lakukan pembolak-balikan litter untuk mencegah litter basah. Pada masa brooding, pembolak-balikkan litter dilakukan secara teratur setiap 3-4 hari sekali mulai umur 4 hari sampai umur 14 hari. Segera ganti litter yang basah dan menggumpal. Jika jumlah yang menggumpal sedikit, maka dapat dipilah dan dikeluarkan dari kandang. Namun jika jumlah litter yang menggumpal atau basah sudah banyak, lebih baik tumpuk dengan litter yang baru hingga yang menggumpal tidak tampak.
  2. Berikan ransum dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai dengan kebutuhan ayam. Jika melakukan self mixing, hindari penggunaan tepung ikan atau pollard berlebihan karena kandungan protein yang terlalu tinggi dalam bahan pakan tersebut bisa menyebabkan feses encer dan litter cepat basah.
  • Memberikan koksidiostat
Langkah pencegahan koksidiosis selanjutnya yang dapat diterapkan ialah memberikan koksidiostat secara terus-menerus pada ransum. Pemberian koksidiostat pada ransum dimaksudkan untuk mengontrol dan menekan perkembangan koksidia sampai level rendah (tidak mengakibatkan outbreak penyakit). Contoh koksidiostat yang digunakan ialah antibiotik golongan ionofor (monensin, salinomycin, narasin, maduramycin). Beberapa pabrik pakan diketahui sudah menambahkan koksidiostat ke dalam ransum yang diproduksinya. Meski demikian, karena koksidiostat diberikan dalam waktu lama, maka perlu dilakukan rolling koksidiostat yang diberikan. Jika tidak, maka koksidia akan resiten dan koksidiostat tidak akan mempan menangkal serangan ookista di dalam tubuh ayam.

Pengobatan Koksidiosis
Ayam yang terserang koksidiosis bisa diobati dengan pemberian obat antikoksidia. Pemberian antikoksidia dimaksudkan untuk mengontrol dan menekan perkembangan Eimeria dalam tubuh ayam sehingga jumlahnya yang ada di tubuh ayam bisa ditekan dalam level rendah. Saat ini berbagai macam produk antikoksidia sudah banyak diproduksi, baik dari golongan sulfa/sulfonamide, amprolium, maupun generasi baru seperti toltrazuril. Namun yang harus benar-benar diperhatikan ialah dosis dan aturan pakai, serta peringatan yang tercantum pada label obat. Hal ini untuk mencegah resistensi spesies Eimeria. Munculnya strain Eimeria yang resisten terhadap antikoksidia dapat menimbulkan masalah besar bagi peternak. Kasus koksidiosis yang terus berulang adalah salah satu dampaknya. Sebaiknya lakukan rolling menggunakan antikoksidia dari golongan yang berbeda setiap interval 3-4 kali pengobatan.
Berikut penjelasan mengenai beberapa contoh antikoksidia yang bisa digunakan oleh peternak guna mengobati koksidiosis.
  • Sulfonamide:
    Antikoksidia yang masuk ke dalam golongan sulfonamide di antaranya sulfadiazine, sulfadimethylpirimidine, sulfaquinoxaline, sulfamonomethoxine, sulfadimethoxine, dsb. Antikoksidia golongan ini lebih efektif untuk mengatasi Eimeria yang menyerang bagian usus halus (E. acervulina, E. maxima, E. necratix, E. brunetti, E. mitis). Namun sulfaquinoxaline dan sulfadimethylpirimidine efektif juga untuk Eimeria usus buntu (E. tenella).
    Semua antikoksidia golongan sulfonamide bekerja memutus siklus hidup Eimeria yaitu dengan mengganggu proses reproduksi aseksual Eimeria. Dengan demikian, sporozoit akan dibasmi dan tidak mampu untuk memperbanyak diri. Karena hanya merusak sebagian proses siklus hidup Eimeria, maka antikoksidia golongan sulfa harus diberikan dengan sistem 3-2-3 (3 hari diberikan, 2 hari berhenti dan 3 hari diberikan lagi).
    Potensi obat sulfanamide akan meningkat 10 kali jika dikombinasikan dengan golongan diamino pyrimidine (trimetoprim, pyrimethamin). Contoh produknya ialah Coxy dan Sulfamix (sulfonamide tunggal), Antikoksi, Duoko, dan Trimezyn (sulfonamide kombinasi).
  • Thiamine antagonist:
    Salah satu antikoksidia yang termasuk ke dalam golongan thiamine antagonist adalah amprolium. Jika dikombinasikan dengan sulfaquinoxaline dapat memperluas spektrum kerja dan meningkatkan potensi membasmi Eimeria usus halus dan sekum. Mekanisme kerja dari amprolium ini sama dengan antikoksidia golongan sulfonamide, yaitu mengganggu proses reproduksi aseksual Eimeria sp. Produk yang mengandung amprolium contohnya Therapy dan Koksidex.
  • Toltrazuril:
    Toltrazuril merupakan antikoksidia golongan triazinetrione. Berbeda dengan antikoksidia sulfonamide dan amprolium, toltrazuril bekerja efektif dengan cara mengganggu fungsi mitokondria, yaitu dengan menghambat aktivitas enzim pada rantai pernapasan sel sehingga akan menyebabkan kematian pada semua tahap perkembangan sel Eimeria sp. (reproduksi seksual maupun aseksual). Contoh produk terbaru Medion yang mengandung toltrazuril adalah Toltradex.

Selain pemberian antikoksidia, tindakan lain yang harus dilakukan saat menghadapi koksidiosis di antaranya:
  1. Berikan vitamin A dan K untuk terapi supportif. Vitamin A berfungsi mempercepat kesembuhan epitel mukosa usus yang rusak. Sedangkan vitamin K akan mengurangi pendarahan yang terjadi.
  2. Jika memungkinkan, buang feses bercampur darah dari ayam yang sakit untuk menghindari ayam lain mematuknya. Hal ini karena warna merah pada feses akan menarik perhatian ayam lain untuk mematuk dan terjadilah proses penularan penyakit koksidiosis.
  3. Lakukan manajemen penanganan litter dengan baik agar litter kering.
  4. Hindari pemeliharaan ayam dengan kepadatan tinggi, maksimal 8 ekor/m2 untuk kandang postal.
  5. Saat persiapan kandang, terutama untuk kandang postal, lakukan pengapuran lantai untuk mengurangi jumlah ookista yang ada.

Toltradex, Antikoksidia dengan Banyak Keunggulan
Toltradex merupakan sediaan larutan oral yang mengandung toltrazuril 5%, yang tersedia dalam bentuk larutan sehingga mudah diberikan lewat air minum. Berbeda dengan golongan sulfonamide, Toltradex cukup diberikan selama 2 hari berturut-turut untuk mengatasi koksidia, lebih cepat dan efisien.
Toltradex mampu menyembuhkan (menurunkan % morbiditas/angka kesakitan) koksidiosis pada ayam lebih baik dibanding produk sejenis dan kontrol. Hal ini dibuktikan melalui trial R&D Medion (2013) menggunakan ayam broiler yang terinfeksi koksidiosis. Ayam tersebut kemudian diberi Toltradex dosis 0,14 ml/kg berat badan melalui air minum selama 2 hari berturut-turut. Hasilnya sebagai berikut:
  • Grafik 1 menunjukkan proses penyembuhan koksidiosis berdasarkan jumlah ookista dalam feses. Toltradex mampu menurunkan 100% ookista dalam feses pada hari ke-7 post pengobatan, paling tinggi dibanding produk sejenis serta kontrol (ayam sakit koksidiosis dan tidak diobati).


    Artinya, Eimeria sp. di dalam tubuh ayam dapat dibasmi secara optimal dan tidak berkembang menghasilkan ookista, sehingga ookista tidak ditemukan lagi dalam feses.
  • Pada hari ke-7 post pengobatan dengan Toltradex, tingkat kesembuhan ayam mencapai 84,8%. Kondisi usus dan sekum (usus buntu) ayam juga membaik, ditandai dengan luka dan perdarahan yang sudah tidak terlalu tampak jelas.

Keunggulan lain dari Toltradex ialah zat aktif toltrazuril yang terkandung dalam Toltradex aman dikonsumsi sebagai obat dan tidak menurunkan nafsu makan ternak, baik saat pengobatan maupun setelah pengobatan, sehingga tidak mengganggu produktivitas ternak. Hal ini dibuktikan oleh trial R&D Medion (2013) pada Grafik 2. Beberapa kelompok ayam broiler yang terinfeksi koksidiosis diberi Toltradex, selama 2 hari berturut-turut (Hari ke-1 dan ke-2).


Terjadinya penyakit koksidiosis selama ini umumnya dipicu oleh pelaksanaan kebersihan dan sanitasi kandang yang masih rendah. Oleh karena itu, solusi tepat yang bisa diambil peternak ialah dengan memberikan antikoksidia yang sesuai, menerapkan perbaikan manajemen, serta memperketat biosecurity di peternakan. Salam.


Info Medion Edisi Agustus 2013

0 komentar:

Posting Komentar