Abortus adalah lahir sebelum waktunya dan fetus dalam keadaan mati. Sedangkan lahir sebelum waktunya, fetus dalam keadaan hidup disebut lahir premature. Apabila lahir sudah pada waktunya tetapi fetus dalam keadaan mati disebut lahir mati.
Pengembanabortusbermcam-macam,
diantaranyadisebabkanoleh :
a.
Infeksi
b.
Hormonal
c.
Makanan
d.
Ligkungan uterus
e.
Manajemenpemeliharaan
Infeksibakteriatau
protozoa yang menyebabkanabortusseperti
: Brucellosis, vibriosis, salmonellosis, leptospirosis dantritrichomoniasis.
Pada Brucellosis abortes biasanya terjadi pada
kebuntingan 3 bulan terakhir dan dapat sembuh sendiri atau berkembang menjadi
majir.
Penghilangan corpus luteum fungsional pada sapi
bunting akan menyebabkan turunnya konsentrasi progesterone darah yang
berfungsi menjaga kebuntingan sebagai
akibat berikutnya adalah keluarnya anak sebelum waktu kelahiran dalam keadaan
mati. Selain itu pemberian hormon dari luar tubuh diantaranya prostaglandin,
estrogen, oxytocin dan tyroid dapat menyebabkan abortus juga.
Makanan yang banyak mengandung estrogen seperti
alfafa dapat menyebabkan aborus. Selain itu daun-daun yang banyak mengandung
sianida zat-zat beracun dapat menyebabkan abortus.
Pengaruh lingkungan uterus seperti adanya infeksi
bakteri-bakteri non patogen yang biasa hidup dalam saluran reproduksi dapat
bersifat patogen oleh sebab-sebab tertentu. Selain itu meningkatnya kontraksi
uterus oleh pengaruh lingkungan uterus atau kondisi patologis dalam organ
saluran reproduksi.
Perlakuan yang kasar dan berlebihan pada ternak
bunting dapat mengakibatkan abortus seperti memperkerjakan kelewat batas atau
perlakuan ternak yang menyebabkan gangguan fisiologis kebuntingan.
Langkah-langkah menangani abortus pada sapi :
1. Anamnesa, menanyakan segala sesuatu pada
pemilik ternak mengenai terjadinya abortus pada ternak. Hal ini untuk membantu
mengarahkan diagnosa dan perkiraan akhir penyakit.
2. Pemeriksaan fisik ternak, masih
memungkinkan untuk ditolong atau tidak
3. Merestrain ternak sehingga aman bagi
ternak dan petugas yang mengobati ternak.
4. Membersihkan saluran reproduksi ternak
dengan mencuci menggunakan desinfektan berulang kali
5. Memberi antibiotik (penicillin dan
streptomycin) atau preparat sulfat dalam saluran reproduksi ternak
6. memberikan suntikan antibiotik intra
muskuler.
Emdometritis adalah radang pada lapisan
dalam uterus atau endothel uterus. Penyebab endometritis diantaranya adanya
infeksi bakteri yang berasal dari bagian lain organ reproduksi seperti vagina
kandung kemih serta bakteri yang secara normal hidup dan normal dalam uterus.
Radang pada endometrium ini akan menyebabkan
gangguan tubuh secara umum berupa temperatur tubuh naik, nafsu makan menurun
dan secara khusus terhadap fisiologi reproduksi berupa terganggunya siklus
reproduksi atau terganggunya proses kebuntingan.
Radang uterus dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Endometritis yaitu radang lapisan endothel
yang dangkal
2. Metritis yaitu radang meluas sampai
lapisan otot uterus
3. Perimetritis yaitu radang pada lapisan
serosa dan subserosa, uterus membesar, serosanya berwarna merah
4. Parametritis yaitu radang pada uterus dan
penggantung uterus
Endometritis ditandai adanya darah dari lubang vulva, temperatur tubuh
kadang-kadang naik 39 – 39,5ºC dan penurunan angka konsepsi, uterus membesar
sebelah atau keduanya.
Endometritis yang disebabkan oleh infeksi bakteri
pembuluh nanah atau endometritis yang diinfeksi sekunder oleh bakteri pembuluh
nanah seperti staphylococcus Sp. dan Sterptococcus Sp. akan terbentuk nanah dan
disebut pyometra.
Hewan
yang sering menderita endometritis adalah sapi, kuda, anjing dan kucing.
Kejadian endometritis sering terjadi perubahan-perubahan hormonal,
perubahan-perubahan mukosa sesudah partaf atau swaktu hewan birahi. Pada sapi
pada kejadin kelahiran berat atau retensi scundinarum dapat mengakibatkan
endometritis. Selain gejala-gejala klinis, diagnosa dapat ditegaskan dengan
biopsi (mengambil jaringan) uterus dan diperiksa secara mikroskopis.
Penanganan endometritis dan pyometra dapat dilakukan dengan mengirisasi
uterus dengan antiseptika dan memberi suntikan antibiotik seperti penisilin
intra muskuler.
Penanganan
Prolapsus Uteri
Prolapsus uteri adalah keadaan dimana organ
reproduksi bagian dalam (vagina, cervix dan krnu uteri) menyambul keluar
melalui vulva. Keadaan ini biasa terjadi setelah proses kelahiran atau pada
saat bunting tua. Tetapi pada beberapa ekor sapi prolapsus juga terjadi pada
saat birahi.
Keluarnya organ reproduksi bagian dalam disebabkan
oleh :
a.
Faktor genetic/herediter
b. Ukuran fetus yang terlalu besar dan
dilakukan tarik paksa pada proses kelahiran
c. Perejanan yang berlebihan/kontraksi uterus
berlebihan
d. Lemahnya otot-otot penggantung saluran
reproduksi
Langkah-langkah penanganan prolapsus uteri :
1.
Restrain ternakpadakandangpaksa
2. Cuci bagian-bagian organ reproduksi dengan
desinfektansia berulang kali sampai bersih dari kotoran dan sisa-sisa kelahiran
kalau sapi sedang bunting harus hati-hati.
3. Angkatlah organ reproduksi yang keluar
tersebut dengan menggunakan kain yang halus diletakkan di bawah organ dan
diangkat dua orang pembantu operasi.
4. Masukkan sedikit demi sedikit bagian organ
yang keluar, jangan smapai terpuntir, jika rejanan kuat dari induk sering
terjadi, berikan anestetika regional melalui epidural.
5. masukkan desinfektansia ke dalam uterus
berulang kali jika prolapsus terjadi setelah kelahiran
6. Setelah masuk keseluruhan organ reproduksi
kedalam tempatnya berikan preparat sulfa/ penstrep, lakukan jahitan pada bibir
vulva kanan dan kiri sebanyak 5 – 7 jahitan atau dipasang flessa vulva.
7. Berikan suntikan antibiotik oxytetracyclin
LA secara intra muskuler
8. Jahitan harus prolapsus pertama, biasanya
akan terjadi prolapsus kedua dan seterusnya, oleh karena itu setelah balik,
lakukan pemotongan.
Manajemen Efisiensi Reproduksi
- Manajemen Efisiensi Reproduksi Ternak Betina
Untuk mengetahui efisiensi reproduksi maksimal pada kelompok sapi,
setiap ekor sapi harus berkembang baik menurut frekuensi sesuai dengan ukuran
ekonomi dan sapi ini harus dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama,
selama hidupnya supaya sapi itu dapat menutup biaya untuk membesarkan anaknya
sampai mencapai umur dapat berkembang baik. Bila frekuensi beranak yang tinggi
dapat dipertahankan selama umur panjang, maka kedua tujuan reproduksi sapi
seperti produksi susu dan peremajaan dapat dikatakan telah tercapai, supaya
kedua tujuan ini dapat tercapai, maka faktor-faktor manajemen perlu
dilaksanakan dengan seksama.
Panjang umur selama umur bermanfaat bagi sapi atau kematian pedetnya
merupakan hal penting dalam memelihara reproduksi dengan efisiensi yang tinggi
dalam kelompoknya. Bila pada suatu periode dibutuhkan lebih banyak susu dan
sapi, efisiensi reproduksi rendah dapat menyebabkan suatu kebangkrutan seorang
peternak yang baik bila menghadapi keadaan sedemikian akan merubah cara dari
populasi yang statis menjadi populasi yang meningkat.
Dari hasi penilitian rata-rata umur sapi perah yang bermanfaat kira-kira
3,5 tahun. Makin panjang umur sapi yang bermanfaat dalam peternakannya
makin menguntungkan sapi tersebut dan dapat diharapkan beranak secara
teratur.
Kematian pedet di suatu perusahaan merupakan suatu yang merugikan dan
menghambat perkembangan perusahaan serta memperkecil efisiensi
reproduksi.
Manajemen pemeliharaan mempengaruhi jumlah sapi dara
yang dapat dipakai untuk tujuan seleksi dan peremajaan.
Keguguran, kemajiran, kematian pedet dan frekuensi kelahiran serta kondisi
ternak dapat dipakai untuk meramalkan berapa jumlah sapi dara yang dapat
dipakai untuk meremajaan dalam peternakan. Dengan menggunakan sapi dara
potensial setiap tahun di bawah kondisi yang berbeda-beda dan 20% sapi-sapi
dikeluarkan setiap tahunnya. Dalam kondisi manajemen yang
jelek dan jarak beranak yang lebih panjang, setiap sapi dara yang berhasil
dibesarkan harus dipakai untuk peremajaan. Satu-satunya seleksi yang dapat
dilakukan yaitu dengan cara mengeluarkan sapi-sapi yang sudah tua
atau menggunakan sapi-sapi dara yang tidak disenangi.
Dua hal yang perlu diperhatikan bagi peternak yang baik yang
sering terlupakan adalah pengamatan sapi-sapi
dengan teliti dan pencatatan. Pencatatan menangani apa yang
terjadi pada sapi-sapi secara permanen berguna untuk meramalkan
keadaan yang akan datang akan mempertinggi efisiensi reproduksi. Contoh
pengamatan terhadap birahi yang lebih sering akan menaikan
angka konsepsi. Beberapa sapi dapat menunjukan birahi yang singkat
sehingga telah terlewat, mesksipun dengan pengamatan 2 kali.
Dalam suatu program inseminasi buatan/kawin alam, kebanyakan
keberhasilan sapi-sapi memperoleh anak tergantung pada orang yang
memeliharanya yang pertama-tama akan melihat sapinya birahi. Mengawinkan sapi
pada waktu yang tepat harus dimulai dari peternak. Satu periode birahi yang
terlewat atau tidak tepat dapat memperpanjang jarak beranak
melebihi dari jarak waktu yang diinginkan.
Kesalahan yang diakibatkan oleh birahi yang tak kembali dapat merugikan
sekali, lebih-lebih sapi itu tidak bunting.
- Manajemen Efisiensi Reproduksi Ternak Jantan
1. Masa Produksi dan Pertumbuhan Sapi Jantan
Pejantan
yang memiliki genetik unggul sebagai produsen spermatozoa normal yang berjumlah
banyak dan dalam setiap program inseminasi buatan merupakan hal penting. Karena
produksi optimum spermatozoa normal dan sehat tergantung pada kesehatan, ukuran
dan kondisi testis, makapejantan harus diberi pakan dan manajemen yang baik,
sehingga testis dapat dipelihara dalam kondisi yang optimal.
Makanan
yang cukup energi, protein, mineral dan vitamin penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan sapi jantan muda. Fungsi reproduksi sapi jantan muda lebih banyak
terganggu karena defisiensi makanan dari pada sapi jantan dewasa. Awal
pubertas jelas terlambat karena difisiensi energi atau protein dalam makanan.
Vitamin A merupakan vitamin utama yang dapat mengakibatkan gangguan reproduksi
sapi jantan muda, bila vitamin A kurang dalam makanannya.
Selain
hal tersebut diatas, untuk menjaga efesiensi penggunaan pejantan sebagai
penghasil semen, perlu mencegah adanya infeksi penyakit seperti : TBC,
Brucellosis, Vibrosis, Trichomoniosis dan Leptospirasis dll. Penyebab lain
diafkirnya atau dikeluarkannya pejantan sebagai penghasil semen yaitu
adanya seleksi yang ketat terhadap sapi-sapi.
Pejantan
muda, yang diseleksi berdasarkan penampilan luarnya dan bila diberi pakan dan
menejemen yang tepat dapat diharapkan memproduksi dalam jumlah terbatas,
semen yang fertil pada umur 10 sampai 12 bulan.
Jika
umur minimum yang fertil ini ditambahkan waktu yang dibutuhkan untuk
keturunannya di dalam uterus dan waktu yang diperlukan untuk sejumlah anak
betina yang dibutuhkan untuk memproduksi anak dan memenuhi produksi laktasi
maka umur yang dicapai oleh sapi jantan perah untuk diuji keturunannya secara
baik minimum pada umur mendekati 5 (lima) tahun atau rata-rata mendekati
6 sampai 7 tahun. Jadi sapi pejantan yang diinginkan adalah sapi jantan
yang telah diuji pada umur 5 tahun memiliki umur produktif sebagai pejantan
untuk perkawinan alam selama 5,5 tahun dan setiap tahun penambahan umur hidup
produktif juga menurun secara bertahap. Sebaliknya pejantan yang telah diuji
dan terseleksi untuk inseminasi buatan, rata-rata umur yang diharapkan untuk
perkawinan alam, disebabkan oleh seleksi yang ketat terhadap fertilitas mudah
dalam program inseminasi buatan.Pertumbuhan normal sapi jantan type perah di
Eropa rata-rata per hari adalah 0,96 kg sampai 1,04 kg. Sedangkan
sapi-sapi lokal di Indonesia tentu lebih kecil dibandingkan sapi-sapi
Eropa.
Kebutuhan
pakan sapi perah jantan dewasa sesudah mencapai kedewasaan penuh secara fisik
makanan diperlukan untuk memelihara struktur fisik, memperbaiki sel-sel yang
telah rusak dan memberikan energi untuk proses vital dan untuk aktifitas fisik
yang bervariasi. Sedangkan kebutuhan makanan untuk mencapai produksi semen
tidak banyak berbeda karena pengaruh dari kebutuhan badan, terhadap protein,
hidrat arang, mineral dan vitamin yang terkandung dalam semen memang
sedikit.
Umur,
bangsa, ukuran badan, jumlah makanan yang diberikan dan kemugkinan faktor
lainnya, memegang peranan untuk menimbulkan pubertas pada sapi
jantan.
Spermatocyt
I fertilitas dalam testis sapi jantan yang tumbuh dengan baik pada umur 15
minggu. Spermatocyt II 26 minggu, terlihat dalam tubuli. Spermatozoa terlihat
pada tubuli pada umur 32 - 36 minggu. Ejakulasi pertama pada sapi Eropa pada
umur 39 minggu.
Rata-rata
berat badan sapi jantan FH yang diberi makan dengan jumlahyang normal pada
produksi semennya yang pertama dalam beberapa penyelidikkan adalah 273,61 kg
sedangkan sapi bangsa lain 208,38 kg.
2. Produksi Semen
Testis
anak sapi yang baru dilahirkan tidak memproduksi semen. Umur pubertas ternak
tergantung pada banyak faktor, tapi besar tubuh suatu bangsa ternak merupakan
faktor utama produksi semen sedudah pubertas. Pengaruh besar tubuh dan
pertumbuhan terhadap produksi semen merupakan hal yang penting, untuk beberapa
waktu tapi bila kematangan tubuh telah tercapai, faktor lain mulai memegang
peranan, dan dapat merubah pengaruh besar tubuh terhadap produksi semen.
Kapasitas
produksi semen dipengaruhi oleh umur tetapi perubahan kondisi tubuh juga
merupakan faktor yang berperan penting. Setelah dewasa tubuh stres dan
penyakit merupakan faktor yang langsung mempengaruhi produksi semen. Korelasi
positif antara besar tubuh dan besar testis artinya semakin besar ukuran tubuh
semakin besar pula ukuran testis pada masa pertumbuhan, tapi keadaan ini tidak
berlaku pada sapi yang telah tua.
Dengan
pejantan-pejantan dewasa peneliti-peneliti berpendapat bahwa imbangan antara
besar badan dan besar testis serta antara besar testis dan produksi spertozoa
adalah terlalu rendah untuk menduga yang satu dengan yang lain. Untuk
mendapatkan sejumlah sel mani dalam jumlah banyak dari seekor pejantan harus
dilakukan pengumpulan dengan frekwensi yang sering dari ejakulasi yang sedikit
atau frekwensi pengumpulan sedikit dari beberapa kali ejakulasi.
Sapi
jantan yang dikawinkan silang sehari menghasilkan lebih banyak semen dan
spermatozoa tiap-tiap ejakulat tetapi jumlah seluruhnya lebih sedikit
bila dihitung dalam suatu periode dibanding dengan pengumpulan air mani 2
sampai 4 hari tiap hari. Tidak terdapat perbedaan antara penampungan semen
sekali setiap 4 hari, dua kali setiap 8 hari atau 3 kali setiap 12 hari,
terhadap angka konsepsi.
Sapi
yang diambil semennya 6 kali seminggu selama 8 - 14 bulan memiliki tingkat
fertilitas 70,74 % - 77%, jadi pengumpulan semen 2- 3 kali ejakulat setiap 2 -
3 hari sekali dapat menghasilkan produksi jumlah spermatozoa yang lebih
menguntungkan untuk pengolahan dan pengiriman air mani dalam pelaksanaan IB
secara luas.
Produksi
semen dan konsentrasi spermatozoa rata-rata peda
ternak :
Jenis Hewan
|
Jumlah
penampungan per minggu
|
Konsentrasi
spermatozoa per ml (juta)
|
Volume
rata-rata perejakulasi (ml)
|
Sapi
Domba
Babi
Kuda
|
3 – 5 kali
7 – 25 kali
3 – 5 kali
7 – 10 kali
|
1200
3000
270
120
|
4 – 6
1
215
125
|
Teknologi Reproduksi
- Sinkronisasi Birani
Singkronisasi birahi menyerentakan birahi pada sekelompok ternak betina
pada waktu yang bersamaan.
Tujuan :
-
Membuat kondisi ternak yang mempunyai jadwal
siklus birahi berbeda-beda menjadi serentak dalam waktu yang relatif sama.
-
Memudahkan manajemen reproduksi dan
pengawasan ternak.
-
Efisiensi pelaksanaan perkawinan/IB
-
Dapat memperkirakan musim kelahiran anak
setelah pelaksanaan IByang telah disesuaikan dengan keadaan musim.
-
Pelaksanaan embryo tranfer.
Cara-cara
singkronisasi birahi ternak
1.
Manual
yaitudenganmemecahkan corpus luteum
2. Pemberian
hormonal :
- PGF2α
- estradiol (Estrogen)
- progesteron.
- esktrak kelenjar hypofisa
Pemecahan korpus luteum bertujuan untuk menghilangkan korpusluteum yang
berfungsi memproduksi progesteron. Dengan tidak adanya progesteron maka
estrogen akan meningkat, karena tidak adanya penekanan terhadap tumbuhnya folikel degraf penghasil estrogen.
Penyuntikan hormon PGF2α (prostaglandin) dimaksudkan
adalah meningkatkan kontraksi organ produksi dan menghilangkan korpus luteum,
sehingga estrus/birahi dapat dipercepat. Sedangkan penyuntikan estrogen dimaksudkan
untuk meningkat jumlah estrogen dalam darah yang akan mempengaruhi kondisi
ternak menjadi birahi. Sebaliknya pemberian progesteron untuk menekan estrogen
sehingga birahi ditunda sampai progesteron habis dan estrogen meningkat yang
diakhiri timbulnya gejala birahi. Penyuntikan kelenjar hypofisa telah
berkembang di bidang perikanan untuk pemijakan (perkawinan).
- Superovulasi
Pada ternak beranak tunggal, ovum dihasilkan 1 buah setiap siklus birasi.
Superovulasi membuat ternak beranak tunggal menghasilkan ovum dalam jumlah yang
banyak pada satu kali birahi.
Cara-cara
superovulasi
- Pemecahan corpus luteum pada pertengahan siklus birahi dan penyuntikan PMS secara sub cutan 2 - 4 hari kemudian.
- Penyuntikan PMS secara subcutan ± 4 hari sebelum bihari.
- Penyuntikan esktrak kelenjar leipofisa kuda secara subcutan tiga hari berturut-turut, dimulai 6 hari sebelum birahi yang diharapkan.
- Penyuntikan secara sub cutan FSH dari lipofisa domba selama 5 hari berturut-turut menjelang birahi, diikuti dengan penyuntikan intra vena gonadotropi lomba yang masih utuh pada hari ke 6.
- Penyuntikan satu dosis PMS secara sub cutan pada hari ke 5 menjelang birahi diikuti dengan gonadotropi domba untuk 6 hari kemudian.
- Penyuntikan subcutan dengan satu dosis PMS 5 hari menjelangbirahi lalu dengan gonaHotropi chorion manusia (HCM) secara intra vena 6 hari kemudian.
- Embryo Transfer/Alih Mudiga
1. Sejarah
Transfer Embrio (Alih Mudiga)
Keberhasilan
eksperimen transfer embrio pertama kali dilakukan oleh Walter Haepe di Cambrige
pada akhir abad XIX tepatnya 27 April 1890. Walaupun demikian percobaan yang
mula-mula sekali dilakukan mengenai superovulasidan alih mudiga pada ternak,
baru dilakukan pada tahun 1931 oleh Hartman, Lewis dan Miller. Kemudian Warwick
dan Berry pada tahun 1949 berhasil melaksanakan teknik ini pada kambing dan
domba, disusul Kvansnickii tahun 1951 pada babi dan Willet tahun 1951 pada
sapi.
2. Pengertian
Transfer Embrio (Alih mudiga)
Transfer
embrio "Alih Mudiga" adalah suatu metode dalamperkawinan dengan cara
menstimulir pembentukan banyak embrio dari seekor betina donor yang unggul,
kemudian dipindahkan dan dicangkokkan ke dalam saluran reproduksi induk
hewan-hewan betina lainnya dalam species yang sama, yang disebut resipien.
Menurut
Jillella (1982) alih mudiga adalah suatu metode khusus dalam
beternak dengan cara menyuntik seekor betina dewasa dengan sejenis hormon estrogen
untuk mendapatkan sejumlah sel telur yang kemudian dibuahi dengan cara
inseminasi buatan atau kawin alam. Kemudian dicangkokkan ke dalam saluran
reproduksi induk-induk penerima yang telah disinkronkan biharinya, untuk
dibesarkan dan dilahirkan.
Dalam keadaan
normal sebenarnya jumlah oocyst di dalam ovaria seekor sapi betina bervariasi
dari nol (mandul sempurna) sampai dengan 700.000. Pada umur 4 - 6 tahun,
jumlah oocyst relatif stabil yaitu sekitar 140.000 (Toelihere, 1981), menurut
Lindsay et al. (1982), dari ovarium seekor sapi dapat dibentuk lebih dari
75.000 sel telur (ova). Akan tetapi dalam sepanjang umur hidupnya seekor sapi
yang produktif hanya akan memanfaatkan kurang lebih 60 ova saja. Oleh karena
itu sangat disayangkan apabila seekor sapi betina unggul hanya mampu
menghasilkan seekor anak dalam setiap tahun, jadi dengan menggunakan teknik alih
mudiga ini, telah dapat diusahakan untuk memanfaatkan bibit betina maupun
pejantan unggul secara lebih efisien.
Namun
berbicara soal teknik alih mudiga, seringkali orang salah tafsir seolah-olah
teknik tersebut hanya meliputi transfer atau pemindahan embrio dari donor ke
resipien saja. Padahal sesungguhnyateknik alih mudiga merupakan gabungan dari
beberapa teknik yang saling berkaitan erat satu sama lainnya.
Adapun
masing-masing teknik tersebut meliputi seleksi donor, seleksi resipien,
teknik superovalasi, fertilisasi, sinkronisasi bihari, panen embrio,
penyimpanan dan pengawetan embrio dan teknik transfer. Dengan demikian maka
keberhasilan suatu proyek alih mudiga sangat tergantung atau ditentukan oleh
suksesnya pelaksanaan teknik-teknik tersebut.
Faktor-Faktor Penentu
Keberhasilan Transfer Embrio
- Seleksi Donor
Ada tiga
kriteria penilaian bagi donor yaitu keunggulan mutu genetik, normalitas alat
reproduksi dan kemampuan menghasilkan anak. Penilaian mutu genetik didasarkan
pada kemampuan produksi yang terbukti melalui suatu proses seleksi yang memakan
waktu lama dan biaya mahal. Mortalitas alat reproduksi dapat dinilai dengan
mengadakan pemeriksaan terhadap organ reproduksi melalui palpasi rektal. Bila
digunakan sapi induk dapat diketahui kemampuan menghasilkan anak. Semakin mudah
menghasilkan anak semakin baik sapi tersebut dijadikan sebagai sapi donor.
Faktor umur
juga berperan dalam menentukan keberhasilkan menyeleksi donor. Biasanya hewan
yang digunakan berumur 3 - 10 tahun. Sapi tua biasanya sedikit respon terhadap
perlakuan hormon gonadotropin dan fertilitas serta keadaan fisiknya menurun.
Kesehatan
donor juga berperan untuk keberhasilan pemindahan embrio. Sapi yang lemah
terutama akibat infansi bibit penyakit yang mempengaruhi sistem reproduksi.
Sebelum dicalonkan sebagai donor, sapi diperiksa terhadapberbagai penyakit. Di
Colorado State Universityhewan donor harus mempunyai surat keterangan bebas
penyakit terhadap brucellosis, tuberculosis, bluetongue, anaplasmosis dan
bovine leukosis. Di samping itu donor harus memiliki surat vaksinasi terhadap
penyakit Infectius Bovine Rhinotracheitis (IBR), Bovine Vulvovaginitis Disease
(BVD), Parainfluensa III, Leptospirosis dan Clostridiosis. Bila didapatkan
donor positif terhadap anaplasma atau blue tongue, hewan harus diobati dan jika
tidak berhasil hewan dikeluarkan.
Seleksi
terhadap donor hendaknya dilihat dari 10 segi pandangan dangan antara lain :
a. Segi
ekonomi, menjual embrio atau pedet dengan harga tinggi
b. Segi
genotip yaitu membentuk turunan unggul baik genotip maupun fenotip.
c. Keadaan
saluran reproduksi yang merupakan fisiologik-anatomik normal, tidak pernah
mengalami distokia maupun siste ovarium.
d. Keadaan
sapi harus sehat, berat badan seimbang, gizi baik, bebas penyakit menular baik
zoonosis ataupun bukan.
e. Umur
sapi sekitar 3 - 10 tahun
f. Mempunyai
siklus birahi yang teratur
g. Bagi
sapi yang pernah beranak setiap tahun secara teratur dan anak yang
dilahirkan sehat dan normal.
h. Berasal
dari sapi yang subur.
i.
Tidak mempunyai kesulitan kelahiran.
j.
Dapat bunting dengan satu kali perkawinan.
- Seleksi Resipien
Resipien adalah sapi
betina yang menerima embrio dari sapi betina donor. Syarat untuk terpilih sebagai
betina resipien tidak terlalu banyak sehinggapenanganannya dapat lebih sederhana
dibandingkan dengan penanganan betina donor.
Syarat sebagai
resipien diantaranya adalah :
a. Mempunyai
sejarah melahirkan normal dan birahi normal 60 - 90 hari setelah melahirkan
b. Harus
bebas dari penyakit-penyakit reproduksi, dan dengan palpasi rektal dapat
dirasakan bahwa saluran reproduksinya normal
c. Kondisi
tubuh dan gizi yang baik
d. Betina
tersebut tidak bunting dan dalam keadaan kering kandang.
e. Besar
tubuh betina resipien harus sesuai dengan tubuh betina donor untuk
menghindari kejadian distokia.
- Teknik Superovulasi
Pengadaan ova
dalam jumlah banyak dari induk donor yang berkualitas genetik tinggi merupakan
salah satu syarat utama yang harus ditempuh pemindahan embrio danproses ini disebut
superovulasi.
Superovulasi adalah
perlakuan terhadap induk donor untuk mendapatkan sel telur yang diovulasi lebih
banyak dari biasanya dengan memberikan hormon-hormon tertentu dari luar. Dengan
perkataan lain, superovulasi akan memperbanyak jumlah embrio yang dihasilkan,
sehingga anak yang dilahirkan dengan cara alih mudiga dapat lebih banyak.
Cara teknik
superovulasi :
a. Penyuntikan
PMSG secara subcutan kurang lebih 4 hari sebelum ternyadinya oestrus.
b. Penyuntikan
ekstrak kelenjar adenohipofisis kuda subcutan tiga hari berturut-turut.
c. Penyuntikan
ekstrak kelenjar hipofisis domba secara subcutan lima hari berturut-turut
kemudian penyuntikan HCG secara intravena pada hari keenam.
d. Penyuntikan
PMSG secara subcutan lima hari sebelum bihari dan disusul enam hari kemudian
dengan preparat hipofisis domba atau HCG secara intravena.
Sekarang ini
sebenarnya teknik superovulasi sudah berkembang dan mencapai suatu standar
tertentu, tetapi respon ovarium terhadap perlakuan superovulasi tetap masih
merupakan masalah dalam meningkatkan teknik alih mudiga secara keseluruhan.
Respon ovarium yang bervariasi ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor,
antara lain : umur hewan besar badan, bangsa, gizi, fase siklus birasi dan
periode laktasi, keadaan iklim dan musim, serta tipe, dosis dan jenis
obat/hormon yang dipakai.
Secara
umum sebenarnya ada dua kelompok hormon yang berperan dalam mengontrol
siklus birahi, yaitu kelompok pertama erat kaitannya dengan kelenjar ovarium
sebagai penghasil hormon estrogen dan progesteron dan kelompok kedua berasal
dari kelenjar adenodipofisis sebagai penghasil hormon gonadotrapin.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar berikut ini :
Gambar : Diagram skematis peranan hormon-hormon
gonadotropin
adenohipofisis dan hormon-hormon ovarium
dalam hubungannya
dengan
perubahan siklus pada endometrium
- Fertilisasi
Fertilisasi
atau pembuahan peristiwa bersatunya ovum dan spermatozoa. Sebelum keadaannya bersatu
dan mengadakan persejiwaan, mereka harus menempuh berbagai persiapan dan
hambatan. Semen yang digunakan dapat dalam bentuk segar atau beku. Yang
ditekankan adalah semen jenis unggul. Sebelum melakukan inseminasi harus
dipastikan hewan dalam keadaan birahi, pada hewan yang mendapat
perlakuan superovulasi biasanya kurang jelas dibanding dengan tanpa perlakuan.
Kira-kira 10 % yang tidak jelas tanda birahinya. Donor demikian tidak
boleh dikawinkan.
- Sinkronisasi
Sinkronisasi birahi
adalah usaha manusia untuk menyamakan waktu birahi antara donor dan resipien
untuk memudahkan pengerjaan pemindahan embrio. Sikronisasi ini penting artinya
bagi teknik pemindahan embrio yang dilakukan langsung dari donor. Dengan kata
lain embrio yang baru saja dipanen dapat langsung dipindahkan pada resipien
tanpa harus melewati tahapan pengawetan.
Penyerentakan
birahi lebih praktis dengan menggunakan penyuntikan preparat prostaglandin (PGF2α).
Prosedur
penyerentakan birahi tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :
Hari 1 : Donor disuntik dengan PGF2α
Hari 2 : Resipien disuntik dengan 25 mg
PGF2α
Hari 7 : Pengamatan birahi pada resipien
yang telah disuntik dengan PGF2α
Hari
14 – 17 : Donor yang birahi disuntikan
dengan FSH dua kali sehari
Hari
16 : Resipien disuntik dengan
PGF2α untuk kedua kali nya sebanyak 25 mg
Hari
17 : Donor disuntik dengan
dosis kedua dari PGF2α, dan merupakan hari terakhir
pemberian FSH.
Hari
19 : Pengamatan terhadap sapi
yang birahi baik donor maupun resipien.
Hari
20 : Donor dibuahi
Hari 27 : Panen embrio dari donor yang
memberi reaksi terhadap pembuahan, kemudian
dilakukan pemindahan ke
resipien yang telah disiapkan tadi.
- Panen Embrio
Panenembrioseringdisebutdenganpenampunganembrio,
"flushing" atauembrio recovery.Menurut beberapa ahli biasanya dilakukan pada
hari ke enam sampai hari ke delapan atau rata-rata hari ke tujuh sesudah
pembuahan. Panen embrio lebih baik dilakukan sewaktu ova berada di dalam uterus
karena menghasilkan rataan kebuntingan yang tinggi serta resiko yang tidak
terlalu berat.
Metode panen
embrio dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara pembedahan dan tanpa
pembedahan. Adapun prinsip teknik panen embrio tanpa pembedahan adalah
memasukan cairan media ke dalam tanduk uteri melalui sebuah kateter khusus,
kemudian menyedotnya kembali keluar setelah bercampur dengan sel-sel telur yang
telah dibuahi.
Cara
pembedahan panen embrio adalah sebagai berikut :
Sebelum
pembedahan dilakukan pada sapi donor di isolasi dan dipuasakan selama satu
sampai dua hari. Sedangkan daerah yang akan dibedah dicukur dan didesinfektan.
Setelah itu diberi suntikan anaestesi dengan "Short Barbiturate"
diikuti dengan pemberian "Closed Circuir Anaesthesia" menggunakan
halothane dan oksigen. Kemudian donor diletakan di atas meja operasi. Sayatan
dilakukan pada garis median sepanjang 15 cm, kemudian uterus dan ovarium
dikeluarkan. Vornua uteri dijepit pada bagian uteri tubal junction (UTL) yang
berdekatan dengan corpus uteri".
Uterus
dimassage ke arah tuba fallopii dan cairannya yang mengandung embrio ditampung
pada cawanpetri melalui pipa kecil yang sebelumnya dimasukan
ke dalam fibriae. Segera setelah embrio ditampung, diinkubasikan
pada suhu 37ºC sampai akan dievaluasi. Cornua uteri lainnya juga dapat
diperlakukan dengan cara yang sama.
Setelah kedua
cornua uteri selesai dibasuh, uterus dan ovarium dibilas dengan cairan
fisiologik yang hangat, diberi heparin serta antibiotik, lalu dimasukan kembali
dan dijahit lagi secara bertahap.
Media yang
dipakai untuk flushing, menyimpan embrio maupun untuk transfer tergantung dari
jenis hewannya. Paling baik untuk domba ialah serum homolog, untuk babi tyrode
yang ditambah sedikit albumin, sedangkan untuk sapi biasanya dipakai TCM. 199
atau Dulbecco's. Medium yang mengandung Bovine Serum Albumin (BSA).
- Penyimpanan dan Pengawetan Embrio
Sesudah
dipanen, embrio dikumpulkan di dalam medium. Selanjutnya dapat langsung
dipindahkan ke resipien atau diawetkan. Dengan berkembangnya teknologi
kriobiologi di dalam pengawetan sel-sel mamalia, telah didirikan bank-bank
embrio beku yang dapat menyimpan dalam waktu yang lama.
Embrio
disimpan dalam tempat yang transparan, tertutup rapat, volume kecil. Medium
tertutup rapat dengan minyak parafin untuk menghindari penguapan, kontaminasi
bakteri dan pertukaran gas dengan udara secara teratur.
Dalam
hal pengawetan sel, pertama-tama suspensi sel 10 - 15% dimethtyl
sulfoxide atau gliserol dalam volume yang sama dicampurkan. Kemudian
dimasukan dalam vial-vial tempat pada kotak styrofoam yang
akhirnya dimasukan ke dalam lemari pendingin bersuhu -80ºC selama 2 - 12 jam.
Bila hendak
digunakan, suhu tersebut harus dinaikkan hingga suhu kamar. Pengenceran
suspensi sel 10 - 20 kali lipat. Kemudian dihilangkan kandungan
gliserolnya dan dipindahkan ke medium embrio yang segar.
- Teknik Transfer
Pemindahan
embrio dari donor kepada resipien merupakan tahapan yang berarti, karena pada
saat itu embrio dimasukan ke dalam saluran reproduksi (cornu uteri) dari
resipien. Apabila embrio tadi cocok dengan resipien maka embrio itu akan tumbuh
dan berkembang menjadi fetus yang normal.
Dalam
pemindahan embrio secara langsung, embrio segar yang baru saja dipanen harus
segera dipindahkan karena medium yang lama dapat menjadi racun bagi
embrio, medium paling lama dapat digunakan selama 2 jam.
Sementara
seseorang memeriksa keadaan embrio, petugas yang lain harus mempersiapkan
resipien yang akan menerima embrio. Resipien tadi harus sudah mengalami
pengamatan birahi satu kali dan memenuhi persyaratan sebagai resipien, dan yang
terpenting sudah mengalami birahi enam sampai depalan hari yang lalu.
Keadaan
resipien harus sama dengan keadaan donor pada saat dilakukan panen embrio.
Apabila ada perbedaan, dapat dipastikan akan terjadi kegagalan dalam pemindahan.
Sementara itu resipien digiring ke dalam kandang khusus untuk mendapatkan
suntikan anaestasi epidural 5 ml procain 20 % atau anaestasi epidural lainnya.
Ekornya harus diikat dan daerah sekitar vagina rectum dibersihkan lagi dengan
alkohol 70%. Kemudian didiamkan beberapa saat sambil menunggu anaestasi
bekerja.
Kemudian
dimulailah proses pemindahan embrio. Tangan operator dimasukan ke dalam rectum
untuk melokalisir dan menilai corpus luteum. Dengan bantuan seorang pembantu,
gun inseminasi dimasukan ke dalam vagina. Gun inseminasi tidak boleh menyentuh
bibir vulva ataupun bagian belakang dari vagina.
Pada saat
pemindahan embrio, keadaan uterus adalah enam sampai delapan dari sesudah
birahi. Dalam hal ini cervik dalam keadaan benar-benar tertutup, sehingga
agak sukar dibandingkan dengan pada saat sapi sedang bidahi. Oleh sebab
itu apabila gun inseminasi sudah dapat melewati cervix, maka dengan
bantuan tangan di dalam rectum gun inseminasi tadi diarahkan ke
tanduk uterus pada sisi yang sama dengan sisi ovarium yang mengandung
corpus luteum.
Untuk lebih
jelasnya mengenai proses pemindahan embrio secara pembedahan dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
Embrio
diletakan di saluran telur (1 - 3 hari)
Pemindahan
Embrio Secra pembedahan
Hayn ahsgug
iduun jy
Apabila
resipien sudah bunting, perawatan lebih ditingkatkan. Perlakuan yang harus
diberikan adalah sebagai berikut :
1. Resipien
tidak boleh mengalami perjalanan yang jauh, karena dapat menggagalkan proses
kebuntingkan
2. Makanan
yang diberikan sesuai dengan umur, bagi resipien yang dewasa pada tujuh bulan
kebuntingan, berat badan naik 0,24 kg setiap hari. Berat badan yang berlebihan
pada resipien tidak diinginkan. Makanan yang sudah lama jangan diberikan karena
dapat mengakibatkan abortus, juga tanaman beracun harus dihindari.
3. Menjelang
dua bulan sebelum kelahiran, resipien harus benar-benar diperhatikan, untuk menghindari
kelahiran prematur.
4. Bila
diperlukan operasi caesar dalam kelahiran maka pelaksanaan harus dilakukan oleh
dokter hewan yang ahli.
5. Kandang
lahir harus bersih dan kering. Selama sesudah2 jam sesudah kelahiran,pedet
harus mendapat colostrum dari induknya.
6. Dalam
masa laktasi resipien harus mendapat makanan yang seimbang.
7. Dengan
menajemen yang baik, perawatan induk dan anak akan terjamin, kematian anak
hingga penyapihan tidak akan lebih dari 5% sampai 6%.
Dengan
dilakukan prosedur di atas akan didapatkan anak-anak yang sehat dan
bermutu tinggi.
0 komentar:
Posting Komentar