Home » » Gumboro

Gumboro



Seorang peternak ayam petelur di Kota Denpasar sedang gundah gulana karena sudah beberapa siklus produksi, ayam petelurnya terserang penyakit Gumboro. Kali ini Gumboro menyerang ayamnya saat umur 17 hari, padahal vaksinasi Gumboro sudah dilakukan pada umur 11 hari menggunakan vaksin jenis intermediate. Akhirnya tindakan awal yang diambil ialah melakukan vaksinasi ulang diumur 18 hari, yaitu tepat 1 hari setelah Gumboro menyerang. Namun ternyata tindakan tersebut tidak menyelesaikan masalah.
Dengan adanya kejadian tersebut, si peternak pusing tujuh keliling mencari penyebab berulangnya kasus. Seluruh sudut manajemen, termasuk biosecurity serta istirahat kandang sudah dilakukan dengan baik, namun Gumboro masih saja menyerang. Apakah gerangan yang terjadi? Mengapa Gumboro selalu menjadi momok para peternak?
Virus Gumboro sendiri memiliki sifat yang khas dan berbeda dengan virus RNA lainnya sehingga dikenal sebagai “virus yang sangat bandel”. Disebut “bandel” karena virus Gumboro tidak memiliki amplop dan tahan hidup di lingkungan lebih dari 3 bulan. Hal ini pula lah yang menyebabkan Gumboro sulit untuk ditangani.

Pengamatan Lapangan
Dari tahun 2009 hingga semester 1-2012, tim Technical Support Medion telah merangkum data perkembangan penyakit, baik pada ayam pedaging maupun petelur yang terjadi di Indonesia. Hasilnya bisa dilihat pada grafik 1 dan 2, khusus pada kasus Gumboro, jumlah kejadiannya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan selama enam bulan terakhir (Januari – Juni 2012), kasus Gumboro masih sering terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Jika dilihat dari pola serangannya, diketahui bahwa anak ayam umur 22-35 hari ternyata paling rentan terhadap serangan Gumboro. Keterangan ini diperkuat dengan data Technical Support Medion yang menyebutkan Gumboro paling sering menyerang ayam pedaging umur 22-28 hari, sedangkan ayam petelur lebih sering terserang di umur 0-8 minggu (Grafik 3 dan 4).
Untuk bentuk serangannya sendiri, penyakit Gumboro di lapangan umumnya menunjukkan gejala klinis dan perubahan patologi anatomi yang khas, yaitu pembesaran dan peradangan pada bursa Fabrisius, kemudian diikuti oleh pengecilan organ tersebut secara bertahap.

Gumboro dan Imunosupresi
Sistem pertahanan tubuh merupakan fungsi fisiologis yang amat penting bagi makhluk hidup dan berkaitan dengan respon kekebalan tubuh. Jika kerja sistem pertahanan tubuh ayam sangat rendah, maka artinya ayam sedang berada dalam kondisi imunosupresi.
Imunosupresi atau immunosuppression dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana respon tubuh ternak terhadap masuknya benda asing menjadi berkurang, atau bisa menjadi pemicu serangan berbagai penyakit ke dalam tubuh ternak. Imunosupresi yang menyerang ayam akan menyebabkan 2 kerugian sekaligus, yaitu kerugian karena faktor/agen imunosupresi itu sendiri dan kerugian karena agen penyakit lainnya menjadi lebih mudah masuk ke dalam tubuh ayam.
Dengan mengetahui pengertian imunosupresi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Gumboro merupakan salah satu agen penyebab imunosupresi. Hal ini karena Gumboro menyerang organ bursa Fabrisius yang termasuk ke dalam salah satu organ pembentuk kekebalan utama pada unggas selain thymus. Letaknya berada di bagian atas lubang dubur (kloaka). Bursa Fabrisius mulai berkembang aktif pada umur 3-4 minggu dan akan mengalami pengecilan hingga hilang saat ayam berumur 18 minggu (gambar A).
Berdasarkan fungsinya, bursa Fabrisius berperan sebagai organ yang bertugas mematangkan sel limfosit menjadi sel limfosit B yang bertanggung jawab dalam respon kekebalan. Sel limfosit B di sini merupakan cikal bakal dari sel plasma yang akan memproduksi zat kebal tubuh (antibodi).
Adanya kerusakan bursa Fabrisius oleh virus Gumboro, menyebabkan antibodi yang dihasilkan oleh organ tersebut berkurang jumlahnya. Akibat efek imunosupresi ini, maka ayam yang sudah terserang Gumboro akan mudah terserang infeksi sekunder lainnya dan terjadilah penurunan respon pembentukan antibodi terhadap berbagai program vaksinasi.
Berdasarkan data yang dirangkum oleh Technical Support (grafik 5), tiga penyakit ikutan (infeksi sekunder, red) yang ditemukan sering mengikuti Gumboro pada ayam pedaging maupun petelur adalah CRD, CRD kompleks, dan ND. Penyakit-penyakit inilah yang nantinya akan memperparah penyakit sehingga dapat menimbulkan tingkat kematian yang tinggi.
Pada dasarnya mekanisme terjadinya imunosupresi akibat Gumboro ini dapat dijabarkan melalui 2 mekanisme :
  1. Merusak jaringan tubuh pada bursa Fabrisius yang berfungsi membentuk atau mendewasakan sel- sel yang berperan dalam respon kekebalan. Kerusakan bursa Fabrisius ini dapat meliputi mengecilnya bursa Fabrisius itu sendiri maupun penurunan jumlah limfosit B. Akibatnya, reaksi tubuh terhadap tantangan bibit penyakit menjadi tidak optimal.
  1. Rusaknya struktur dan fungsi fisiologis sel-sel darah putih (terutama sel limfosit).

Diagnosa Banding Penyakit Gumboro
Dalam melakukan diagnosa penyakit, tidak dapat hanya dilihat dari satu gejala klinis atau satu perubahan patologi anatomi saja, karena terdapat beberapa penyakit dengan gejala klinis yang hampir mirip. Demikian pula halnya dengan penyakit Gumboro, dimana perubahan patologi anatomi yang ditimbulkan seringkali mirip dengan penyakit lain seperti ND, AI, IB, dan leucocytozoonosis.
Contohnya, pernahkah Anda menemukan perubahan patologi anatomi organ proventriculus seperti tampak pada Gambar 1? Atau bentuk perubahan proventriculus lainnya yang juga mirip, seperti pada Gambar 2? Apa perbedaan di antara keduanya? Perubahan patologi mana yang mendukung diagnosa Gumboro? Berikut jawabannya.
 
Gambar 1 merupakan salah satu perubahan patologi anatomi yang muncul pada ayam yang terserang Gumboro. Sedangkan Gambar 2 adalah perubahan patologi anatomi yang patognomonis (menciri) akibat ayam terjangkit ND. Kedua penyakit tersebut sama-sama menunjukkan bintik perdarahan pada proventriculus, tetapi yang membedakan adalah “letak” terjadinya perdarahan.
Pada ayam yang terkena Gumboro, selain yang utama ditandai dengan peradangan bursa Fabrisius, seperti tampak pada gambar 1, terjadi pula bintik perdarahan pada perbatasan antara proventriculus dan ventriculus. Bedanya pada kasus ND, perdarahan terjadi di puncak mukosa proventriculus (gambar 2).
Adanya perdarahan pada otot dada dan paha pada kasus Gumboro juga sering dikelirukan dengan penyakit lain seperti AI dan leucocytozoonosis. Pada ayam yang terkena Gumboro, perdarahan yang ditemukan pada otot dada dan paha cenderung berbentuk garis. Sedangkan pada kasus leucocytozoonosis berbentuk bintik-bintik, dan pada kasus AI bentuk perdarahannya tidak beraturan. Penyakit AI juga terkadang menyebabkan radang pada bursa Fabrisius, namun bentuk plica (lipatan-lipatan/gelambir) bursa Fabrisius nya masih seragam karena AI tidak merusak sel-sel limfosit yang terdapat pada bursa Fabrisius. Selanjutnya diagnosa banding antara Gumboro dan IB juga perlu diamati lebih spesifik, terutama pada pembengkakan ginjal yang sama-sama ditimbulkan. Karena pembengkakan ginjal antara Gumboro dan IB terkadang sulit dibedakan dari perubahan fisik yang terjadi, maka lebih baik periksa perubahan organ tubuh lainnnya.

Pencegahan Kasus Gumboro
Usaha terbaik mencegah kasus Gumboro adalah kombinasi antara manajemen optimal dan melakukan vaksinasi. Oleh karena itu, beberapa tindakan yang dapat diterapkan agar Gumboro tidak mengincar lagi di farm kita antara lain:
1.  Optimalkan masa persiapan kandang
Optimalisasi masa persiapan kandang dapat membantu mengeliminasi virus Gumboro. Lakukan desinfeksi kandang dengan baik dan benar mulai dari penurunan litter dan pengeluaran feses dari farm. Setelah itu, kandang dibersihkan dan didesinfeksi. Bahasan mengenai cara mengotimalkan persiapan kandang ini akan dibahas secara khusus dan lebih detail pada artikel suplemen edisi kali ini.
2.  Evaluasi program vaksinasi Gumboro
Dalam penyusunan program vaksinasi Gumboro sejak awal pemeliharaan ada 3 hal yang harus kita perhatikan :
a) Level dan keseragaman antibodi maternal
Dalam menentukan nilai antibodi maternal dapat diketahui dengan cara mengambil sampel darah (serum, red) dari kelompok anak ayam yang belum divaksin antara umur 1-4 hari, kemudian diuji dengan metode ELISA. Dengan data ini bisa dihitung umur vaksinasi Gumboro pertama menggunakan vaksin Gumboro aktif. Pada ayam pedaging, vaksinasi Gumboro cukup dilakukan 1 kali, sedangkan pada ayam petelur program vaksinasi Gumboro minimal dilakukan 2 kali selama periode pemeliharaan. Khusus pada ayam pedaging, jika dari hasil uji serologi diketahui sejak awal bahwa antibodi maternalnya tidak seragam, maka meskipun sudah divaksin Gumboro, kedepannya harus dilakukan pengulangan vaksinasi Gumboro kembali.
Terkait dengan level antibodi maternal, program vaksinasi Gumboro yang dilakukan ketika level antibodi maternal masih tinggi akan menyebabkan vaksin yang kita berikan tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena virus vaksin belum sampai di target organ bursa Fabrisius, tetapi sudah dinetralisir oleh antibodi maternal. Oleh karena itu, waktu pemberian vaksin Gumboro perlu diperhitungkan dengan baik. Jangan sampai vaksin diberikan sebelum waktunya atau justru setelah ayam kehilangan perlindungan dari antibodi maternal.
Pada kasus Gumboro yang muncul pada ayam umur < 21 hari atau > 21 hari dengan tingkat kematian tinggi (> 5%), vaksin jenis intermediate plus atau Medivac Gumboro A menjadi solusi yang tepat. Namun jika kasus Gumboro yang muncul pada ayam umur > 21 hari dengan tingkat kematian rendah (< 5%), maka dapat menggunakan vaksin jenis intermediate atau Medivac Gumboro B.
b) Sejarah kasus Gumboro
Dalam menentukan umur vaksinasi Gumboro selain berdasarkan antibodi maternal, juga perlu mempertimbangkan sejarah kasus Gumboro pada periode pemeliharaan sebelumnya. Misalnya, kasus Gumboro terjadi di umur 25 hari, maka vaksinasi Gumboro dapat dilakukan paling lambat 2 minggu sebelum umur kasus penyakit, yaitu pada umur 11 hari.
c) Ketepatan aplikasi vaksinasi
Aplikasi vaksinasi Gumboro juga menjadi kunci penting yang mendukung keberhasilan vaksinasi. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, pastikan vaksinasi Gumboro diberikan dengan menggunakan metode per oral, yaitu cekok atau tetes mulut dan air minum. Aplikasi vaksinasi melalui metode cekok atau tetes mulut dapat diberikan pada umur < 7 hari, sedangkan jika melalui air minum dapat diberikan pada umur > 10 hari.
Mengapa aplikasi vaksinasi melalui tetes mulut atau air minum? Alasannya tidak lain agar vaksin dapat menuju ke target organ yaitu bursa Fabrisius yang berada di ujung saluran pencernaan (kloaka, red). Apabila aplikasi melalui air minum, pastikan kualitas air bagus. Namun jika kualitas air minum kurang bagus, tambahkan Medimilk 10g/5L atau Netrabil 5g/L air minum guna memperbaiki mutu air, sehingga dapat memperpanjang umur virus vaksin untuk menghasilkan kekebalan yang tinggi. Selain itu, perhatikan rasio air minum yang diberikan sehingga ayam mendapatkan dosis vaksin yang seragam.
3.  Kendalikan stres pada ayam
Stres merupakan reaksi fisiologis normal ayam dalam rangka beradaptasi dengan situasi baru, baik itu yang terkait dengan lingkungan maupun perlakuan-perlakuan yang diterima ayam. Pada kondisi tertentu, pemeliharaan ternak seringkali memunculkan efek stres. Pada kondisi ini, ayam butuh multivitamin anti stres seperti Vita Stress atau Fortevit, karena kandungan vitamin C dan E- nya dapat meningkatkan ketahanan tubuh dan mengatasi stres.

Berbagai Kasus Gumboro di Lapangan
1.  Farm Ayam Petelur Komersial
Seperti kasus Gumboro yang dialami oleh peternak asal Denpasar, yang telah dibicarakan pada awal artikel, kasus Gumboro terjadi pada umur 17 hari, lalu pada keesokan harinya dilakukan vaksinasi Gumboro. Pertanyaannya apakah tindakan yang dilakukan sudah tepat?
Tindakan di atas masih belum tepat. Ada 3 hal yang perlu dievaluasi yaitu waktu vaksinasi Gumboro yang terlambat, jenis vaksin yang kurang tepat, dan pengulangan vaksinasi Gumboro setelah terjadi kasus. Saran yang kami berikan untuk periode pemeliharaan berikutnya ialah memajukan vaksinasinya di umur 7 hari dengan Medivac Gumboro A melalui aplikasi tetes mulut. Kemudian pada umur 28 hari, lakukan pengulangan vaksinasi dengan vaksin Medivac Gumboro A melalui air minum. Sebelum memulai pemeliharaan, lakukan istirahat kandang dengan optimal selama 14 hari dan terapkan biosecurity secara tepat.
Perlu kita perhatikan juga, saat terjadi outbreak Gumboro tidak dianjurkan untuk melakukan vaksinasi karena penyakit ini merusak bursa Fabrisius yang merupakan “pabrik” pembuatan antibodi. Penanganan yang dapat dilakukan saat terjadi Gumboro adalah memberikan air gula 2-5 % dan vitamin (Fortevit atau Vita Stress) untuk memberikan energi serta meningkatkan kondisi tubuh. Jika ada kebengkakan ginjal maka dapat diberikan Gumbonal 1g/L air minum selama 3-5 hari. Gumbonal dengan kandungan hexamine merupakan antiseptik pada saluran kemih sehingga dapat mengurangi kematian akibat kebengkakan ginjal.
2.  Farm Ayam Pedaging Komersial
Pada farm ini sering terjadi kasus Gumboro dan ND diumur 21-25 hari dengan tingkat kematian sebesar 10%. Sedangkan vaksinasi Gumboro hanya sekali dilakukan dengan Medivac Gumboro B pada umur 16 hari melalui air minum. Pertanyaannya apakah program tersebut sudah tepat? Tindakan di atas masih belum tepat. Evaluasi pertama adalah terlalu dekat jarak waktu kejadian penyakit dengan waktu vaksinasi (± 7 hari). Padahal antibodi hasil vaksinasi dengan vaksin aktif paling cepat baru mencapai titer protektif pada ± 14 hari post vaksinasi. Pada kasus ini saran yang diberikan adalah memajukan vaksinasi Gumboro pada umur 7-10 hari dengan Medivac Gumboro A melalui tetes mulut.
Pada periode selanjutnya jika masih terjadi kasus Gumboro maka ada 2 alternatif pilihan program perbaikan yang dapat digunakan. Pertama, program vaksinasi Gumboro dapat diubah menjadi 7 dan 14 hari dengan Medivac Gumboro A. Kedua, melihat efek imunosupresi yang dipicu oleh penyakit Gumboro menyebabkan ayam lebih rentan terinfeksi berbagai penyakit lain seperti ND, maka dapat dipertimbangkan vaksinasi dengan Medivac ND Hitchner B1/Lasota/ND- IB dan Medivac ND Gumboro Emulsion pada umur 4 hari, untuk menstimulasi kekebalan Gumboro dan ND lebih baik dan cepat. Di umur 7 hari divaksin dengan Medivac Gumboro A.
Gumboro adalah penyakit yang salah satunya menimbulkan dampak imunosupresi. Untuk mencegahnya, selain dengan mengoptimalkan masa persiapan kandang, maka perlu upaya untuk memperkuat status kekebalan ayam melalui vaksinasi Gumboro. Dalam vaksinasi Gumboro, peternak juga setidaknya perlu mengevaluasi program vaksinasi yang selama ini dilakukan seperti aplikasi pemberian vaksin, kapan vaksinasi dilakukan, dan jenis vaksin apa yang diberikan agar Gumboro tidak menyerang secara berulang di peternakan. Salam.

Info Medion Edisi November 2012

0 komentar:

Posting Komentar