Mikotoksin,
cukup familiar kita mendengar istilah ini. Mikotoksin bisa dimaknai
sebagai zat metabolit sekunder yang dihasilkan oleh jamur dan bersifat
racun (toksik). Saat terkonsumsi ayam, produktivitas ayam akan menurun,
baik berupa hambatan pertumbuhan, penurunan produksi telur atau bahkan
kematian. Tidak hanya itu, zat metabolit ini juga berperan sebagai immunosuppressant,
yakni agen yang mampu melemahkan sistem kekebalan tubuh maupun
menjadikan respon tubuh dalam pembentukan antibodi hasil vaksinasi
kurang optimal. Akibatnya tubuh ayam menjadi lebih mudah terinfeksi
bibit penyakit.
Jenis Mikotoksin
Aflatoksin
merupakan salah satu contoh jenis mikotoksin yang paling banyak
dibicarakan di Indonesia, meski sebenarnya masih ada lebih dari 300
mikotoksin (Dr Simon M Shane). Tabel 1 menunjukkan beberapa mikotoksin
yang relatif sering dijumpai.
Mikotoksin
dapat muncul sepanjang alur pengadaan ransum, mulai penanaman, panen
sampai penyimpanan. Bisa jadi sebelum bahan baku ransum dipanen, sudah
terkontaminasi mikotoksin. Fusarium, penghasil mikotoksin jenis zearalenone, trichothecenes, fumonisin,
merupakan contoh jamur yang paling sering mengkontaminasi selama masa
penanaman. Sedangkan jamur yang sering mengkontaminasi selama di gudang
penyimpanan ialah Aspergillus dan Penicillium yang menghasilkan aflatoksin dan ochratoksin.
Berdasarkan
data survei mikotoksin di Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Filipina,
Thailand dan Vietnam) pada 2009, menunjukkan bahwa aflatoksin B1 dan
fumonisin paling sering ditemukan mengkontaminasi bahan baku ransum
(jagung, gandum, bekatul, bungkil kedelai, corn gluten meal,
DDGS) maupun ransum jadi dengan persentase sampel positif mencapai 52%
dan 58%. Inilah yang menjawab pernyataan kenapa aflatoksin paling
familiar di peternak kita.

Bahayanya Mikotoksin
Ayam
pedaging yang mengkonsumsi ransum terkontaminasi mikotoksin terbukti
pertumbuhannya terhambat. Hal ini setidaknya pernah dibuktikan dari
percobaan yang dilakukan oleh Jones et al. (1982) pada tabel 2. Terlihat
semakin besar konsentrasi aflatoksin, pertumbuhan ayam menjadi
terhambat.
Tabel 2. Pengaruh Aflatoksin terhadap Performan Ayam Pedaging

Sumber : Jones et al., 1982
Begitu
pula pada ayam petelur. Adanya kontaminasi mikotoksin akan
mengakibatkan penurunan produksi telur, baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Kasus “blood spot” dapat dipicu karena aflatoksin. Kualitas
kerabang telur juga menurun karena aflatoksin akan menghambat proses
konversi vitamin D3 yang terkandung dalam ransum menjadi bentuk aktif.
Adanya mikotoksin ini akan mengakibatkan penurunan kadar protein serum,
lipoprotein dan karotenoid.

Kasus “blood spot” karena aflatoksin
(Sumber : WATT Poultry)

Bintik-bintik putih pada paru-paru karena serangan spora Aspergillus
(Sumber : ThePoultrySite)

Ukuran bursa Fabricius lebih kecil (b) akibat aflatoksin dibandingkan normal (a)
(Sumber : Anonimous)
Kematian
akibat mikotoksin juga bukan suatu keniscayaan. Hal ini seringkali
disebabkan kerusakan organ-organ vital ayam, seperti paru-paru, kantung
udara, hati maupun ginjal. Selain itu, efek immunosuppressive
juga mengakibatkan sistem pertahanan tubuh ayam lemah (mudah terinfeksi
penyakit) dan pembentukan titer antibodi hasil vaksinasi menjadi kurang
optimal.

Ochratoksin mengakibatkan ginjal bengkak dan pucat
(Sumber : ThePoultrySite)
Yang Mesti Kita Lakukan
Kerugian
yang besar akibat kontaminasi mikotoksin ini memaksa kita melakukan
berbagai upaya untuk mencegahnya. Yah, untuk kasus mikotoksin pencegahan
tumbuhnya jamur menjadi langkah awal terpenting yang harus kita
lakukan.
Mengapa?
Saat jamur telah tumbuh pada bahan baku pakan maka bisa dipastikan
mikotoksin telah terbentuk. Dan lagi, untuk membasmi jamur sangatlah
mudah, misalnya dengan pemanasan, namun tidak demikian dengan mikotoksin
yang memerlukan treatment yang lebih banyak, baik perlakuan fisik, kimia maupun biologi, sehingga kurang efisien.
Beberapa langkah pencegahan yang bisa kita lakukan ialah
- Melakukan pemeriksaan kualitas bahan baku secara rutin, terutama saat kedatangan bahan baku atau ransum. Hendaknya kita tidak segan untuk mereject jika ditemukan ransum yang terkontaminasi jamur, mengingat fenomena jamur ini seperti fenomena gunung es. Selain itu, pastikan kadar airnya tidak terlalu tinggi, > 14% sehingga bisa menekan pertumbuhan jamur
- Atur manajemen penyimpanan bahan baku ransum. Berikan alas (pallet) pada tumpukan bahan baku dan atur posisi penyimpanan sesuai dengan waktu kedatangannya (first in first out, FIFO). Perhatikan suhu dan kelembaban tempat penyimpanan. Hindari penggunaan karung tempat ransum secara berulang dan bersihkan gudang secara rutin. Saat ditemukan serangga, segera atasi mengingat serangga mampu merusak lapisan pelindung biji-bijian sehingga bisa memicu tumbuhnya jamur
- Saat kondisi cuaca tidak baik, terutama musim penghujan, tambahkan mold inhibitors (penghambat pertumbuhan jamur), seperti asam organik atau garam dari asam organik tersebut. Asam propionat merupakan mold inhibitors yang sering digunakan
Saat
jamur dan mikotoksin telah ditemukan mengkontaminasi ransum, beberapa
hal yang dapat kita lakukan untuk menekan efek mikotoksin ini antara
lain :
- Membuang ransum yang terkontaminasi jamur dengan konsentrasi tinggi, mengingat mikotoksin ini sifatnya sangat stabil
- Jika yang terkontaminasi sedikit, bisa dilakukan pencampuran dengan bahan baku atau ransum yang belum terkontaminasi. Tujuannya tidak lain untuk menurunkan konsentrasi mikotoksin. Namun yang perlu diperhatikan ialah bahan baku ini hendaknya segera diberikan ke ayam agar konsentrasi mikotoksin tidak meningkat
- Penambahan toxin binder (pengikat mikotoksin), seperti zeolit, bentonit, hydrate sodium calcium aluminosilicate (HSCAS) atau ekstrak dinding sel jamur. Antioksidan, seperti butyrated hidroxy toluene (BHT), vitamin E dan selenium juga bisa ditambahkan untuk mengurangi efek mikotoksin, terutama aflatoksin, DON dan T-2 toxin
- Suplementasi vitamin, terutama vitamin larut lemak (A, D, E, K), asam amino (metionin dan penilalanin) maupun meningkatkan kadar protein dan lemak dalam ransum juga mampu menekan kerugian akibat mikotoksin. Aminovit dan Fortevit bisa menjadi pilihan
Mikotoksin ternyata mampu menurunkan produktivitas ayam, bahkan menjadikan ayam rentan terserang penyakit (immunosuppressive). Oleh karena itu, sudah selayaknya kita melakukan antisipasi terhadap kehadirannya. Salam.
Info Medion Edisi Oktober 2010
0 komentar:
Posting Komentar